
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap rekaman percakapan antara mantan kader anak buah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri dengan mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, pada 6 Januari 2020.
Dalam percakapan yang diputar di ruang sidang, Saeful menyampaikan pesan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada Tio untuk diteruskan kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Pesan tersebut berisi jaminan dari Hasto atas "perintah ibu" agar Harun Masiku diloloskan sebagai Anggota DPR RI periode 2019–2024. Namun, hingga kini belum diketahui siapa sosok "ibu" yang dimaksud.
“Tadi Mas Hasto telepon lagi bilang ke Wahyu ini garansi saya, ini perintah dari ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi,” kata Saeful dalam rekaman yang diputar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Saeful juga menyampaikan, Hasto meminta Wahyu bertemu dengan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah, sebelum rapat pleno KPU digelar keesokan harinya. “Sebelum pleno itu ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya. Terus kemudian yang kedua, Mbak Tio sudah ketemu belum sama tim hukumnya,” ucap Saeful dalam rekaman tersebut.
Dalam sidang, Tio dihadirkan sebagai saksi. Kesaksiannya hari ini mempertegas peran besar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam meloloskan PAW Harun Masiku menjadi anggota DPR 2019-2024.
Makna kalimat 'perintah ibu' ditengarai adalah Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebab, dia turut menandatangani surat permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Riezky Aprilia sebagai Anggota DPR RI Dapil Sumsel-1 periode 2019–2024 kepada Harun Masiku ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
PDIP meminta KPU agar melaksanakan Surat Nomor 224/EX/DPP/I/XII/2019 perihal permohonan pelaksanaan fatwa Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa partai berhak menentukan PAW kader yang duduk di kursi legislatif. Ini merupakan permohonan kedua ke KPU, sebelum surat permohonan dikirimkan oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sempat ditolak KPU. Hal ini terungkap dalam konstruksi perkara dakwaan terkait pemberian suap Hasto kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Kemudian pada tanggal 6 Desember 2019, DPP PDI-P mengirim surat kepada KPU RI, yaitu Surat Nomor 224/EX/DPP/I/XII/2019, perihal permohonan pelaksanaan fatwa Mahkamah Agung yang ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP (Megawati) dan terdakwa (Hasto) selaku Sekretaris Jenderal PDIP dengan melampirkan fatwa Mahkamah Agung RI, yang pada pokoknya PDIP memohon kepada KPU RI untuk melaksanakan PAW atas nama Riezky Aprilia sebagai Anggota DPR RI Dapil Sumsel-1 kepada Harun Masiku," kata salah satu jaksa saat membacakan surat dakwaan Hasto di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponselnya saat OTT KPK pada 2020. Ia juga diduga memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.
Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
sumber; inilah