Image description
Image captions

Anggota Komisi VI DPR Kawendra Lukistian berencana memanggil pihak-pihak terkait untuk meminta klarifikasi atas dugaan air mineral merek Aqua berasal dari sumur bor, bukan mata air pegunungan sebagaimana diklaim dalam produknya.

Kasus ini ramai diperbincangkan publik karena dinilai menyesatkan konsumen. Lebih lanjut, ia menyampaikan isu tersebut akan dibahas dalam masa sidang mendatang.

“Saya akan rekomendasikan untuk dipanggil. Pastinya pada masa sidang nanti akan dibicarakan dengan yang lain,” kata Kawendra kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Kawendra menegaskan, persoalan sumber air merupakan hal serius karena menyangkut hak konsumen atas informasi yang benar.

“Temuan bahwa sumber air Aqua di Subang berasal dari sumur bor, bukan mata air pegunungan sebagaimana diklaim, adalah persoalan serius. Konsumen berhak atas informasi yang jujur,” tuturnya, menekankan.

Politikus dari Fraksi Gerindra itu juga meminta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Menurutnya, apabila terbukti ada pelanggaran, perlu diambil langkah tegas demi menjaga kepercayaan publik.

“Saya selaku anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra meminta BPKN mendalami hal tersebut. Bila terbukti ada pelanggaran, kami akan merekomendasikan tindakan tegas. Kepercayaan publik tidak boleh dikorbankan demi keuntungan bisnis,” jelas Kawendra.

Diketahui, pabrik air mineral Aqua di Kabupaten Subang, Jawa Barat saat ini tengah menjadi bahan pembicaraan masyarakat lantaran sumber air yang selama ini dijual ke masyarakat bukan dari mata air pegunungan.

Hal ini terungkap setelah Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PT. Tirta Investama Subang tersebut, Senin (20/10/2025) ternyata air yang didapat bersumber dari pipa bertekanan tinggi atau sumur bor sedalam 100-130 meter.

"Air ini bukan dari pegunungan seperti yang selama ini kita yakini, melainkan dari sumur bor," ujar Dedi.

Akibatnya, muncul kekhawatiran potensi dampak lingkungan dari pengambilan air tanah secara besar-besaran. Karena bisa berujung pada risiko penurunan muka tanah, longsor, hingga krisis air.

Terlebih lagi ketika pihak perusahaan menjelaskan air yang diambil mencapai sekitar 2,8 juta liter per hari. "Itu diperoleh secara gratis. Kalau pabrik semen, kain, otomotif, mereka harus beli bahan baku. Kalau perusahaan ini, bahan bakunya enggak beli," ucap Dedi.

Mantan Bupati Purwakarta itu menyesalkan apa yang telah dilakukan pabrik air mineral tersebut karena efeknya sangat mengkhawatirkan masyarakat.

"Jangan sampai air dari sini diangkut dan dijual mahal, sementara masyarakat sekitar kekurangan air bersih," lanjutnya.