 
                Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Ahmad Sahal atau yang akrab disapa Gus Sahal, menyoroti sikap sebagian kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang dinilainya kini kurang terbuka terhadap kritik.
Melalui akun media sosial pribadinya, Gus Sahal menulis dirinya tidak merasa takut mengkritik, namun menyayangkan munculnya reaksi berlebihan terhadap kritik di lingkungan NU.
Hal tersebut disampaikannya lewat status twitternya atau X pribadinya @sahal_AS pada Kamis (30/10/2025).
“Bukan takut, tapi eman-eman (sayang) kok NU sekarang ngamukan, alergi terhadap kritik,” tulis Gus Sahal dalam unggahannya, Rabu (30/10/2025).
Ia menilai, sikap terbuka terhadap kritik justru menjadi ciri khas para tokoh besar NU terdahulu yang dikenal santun dan bijak.
“Tokoh seperti Gus Dur, Gus Mus, dan Gus Baha membuat NU dihormati, Islam yang ramah, humoris, dan mengayomi,” lanjutnya.
Dalam unggahan itu, Gus Sahal juga menyinggung adanya perilaku sebagian kader yang dinilai dapat merusak citra organisasi.
Ia mencontohkan pernyataan keras yang pernah disampaikan Ketua GP Ansor DKI Jakarta, yang sempat mengancam akan melakukan kekerasan.
“Yang merusak citra NU itu seperti Ketua Ansor DKI yang ancam gorok dan bakar gedung, tapi dibiarkan,” tulisnya.
Gus Sahal kemudian mengajak warga NU untuk melakukan introspeksi diri agar organisasi tidak kehilangan nilai-nilai dasar yang diwariskan para pendiri dan kiai terdahulu.
"Introspeksi saja, jangan denial,” pungkasnya.
GP Ansor: Setakut Itukah Sama NU?
Pernyataannya tersebut merujuk postingan Gerakan Pemuda Ansor lewat twitter resminya @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).
Dalam postingannya, organisasi kepemudaan NU itu menegaskan NU selama ini tetap konsisten menjaga keseimbangan kehidupan beragama dan berbangsa.
"Setakut Itukah Sama NU?” tulis admin @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).
NU hanya berdiri di tempat yang sama sejak 1 abad silam, sejak 1926. Berdiri di tengah perbedaan dan keberagaman,” tambahnya.
Dalam pernyataan tersebut, GP Ansor menegaskan NU tetap istikamah menjembatani agama dan kebangsaan sesuai prinsip hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman).
NU juga disebut selalu berupaya membidani kemaslahatan umat dan merawat akal sehat di tengah hiruk pikuk tafsir iman dan kepentingan.
“NU tidak sedang berebut pengaruh, kami sedang menjaga keseimbangan republik agar tetap waras,” tambahnya.
GP Ansor juga menyinggung adanya pihak yang dianggap 'NU-phobia', yakni mereka yang merasa terganggu ketika NU mulai bersuara atau bergerak di ruang publik.
“Anehnya, setiap NU mulai bergerak, selalu ada yang gemetar. Hingga muncul gelagat NU-phobia segala,” tulis akun tersebut.
Dalam postingan tersebut, GP Ansor menegaskan kekuatan NU bukan pada kekuasaan atau pengaruh politik, tetapi pada jamaah, pesantren, dan komitmen menjaga kebangsaan dengan sikap moderat, i’tidal, tawassuth, tawazzun, dan amar ma’ruf nahi munkar.
“Kalau itu menakutkan, mungkin yang menakutkan bukan NU, tapi bayangan tentang Indonesia tanpa NU yang merawat peradabannya,” tutupnya.
Ketua GP Ansor Ancam Gorok Karyawan Trans 7
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta, Muhammad Ainul Yakin, menjadi sorotan publik setelah orasinya di depan kantor Trans7 viral di media sosial.
Dalam orasi tersebut, Ainul mengecam isi siaran Trans7 yang dianggap menyinggung ulama Nahdlatul Ulama (NU).
Ainul hadir bersama anggota GP Ansor dan Banser, sayap organisasi NU, dan menyampaikan ancaman kontroversial terhadap pegawai Trans7.
Dalam pernyataannya, Ainul menyebut, “halal darah” bagi pihak yang menghina kyai, ulama, atau NU.
Menurut Ainul, salah satu tugas GP Ansor dan Banser adalah menjaga kyai, ulama, dan pondok pesantren.
Ia menilai tindakan Trans7 melalui beberapa siaran telah menghina tokoh-tokoh NU, sehingga menuntut peringatan keras terhadap pihak yang bersangkutan.
“Trans7 telah menghina melalui siaran-siarannya terhadap kyai dan ulama Nahdlatul Ulama,” kata Ainul dalam orasinya.
Dalam orasinya, Ainul juga menekankan sejarah panjang perjuangan Ansor dan Banser dalam menjaga republik.
Ia mengingatkan pegawai Trans7 akan pengorbanan ribuan kadernya.
“Saudara-saudara Trans7 yang masih muda, kalian ingat sejarah. Sudah ribuan anak Ansor dan Banser tewas memperjuangkan republik ini. Kalian ada karena adanya Nahdlatul Ulama,” ujarnya.
Pernyataan Ainul kemudian memicu kontroversi karena ia membandingkan insiden yang sedang terjadi dengan pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966.
Ia menegaskan ancaman yang dilontarkan dalam konteks menjaga martabat ulama NU.
“Jangan sampai kader-kader Banser menggorok leher kalian, seperti kader Banser menggorok PKI. Halal darah kalian apabila mengolok-olok ulama Nahdlatul Ulama,” ucap Ainul.
Sumber: warkot
 
                 
                 
                           
                           
                           
                           
                           
                           
                           
                           
                           
                          