Image description
Image captions

Diberhentikannya  Arief Prasetyo dari jabatan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus dijadikan momentum bagi aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan mark up dalam importasi beras, yang sudah lama menggantung. Pemeriksaan dinilai bisa dilakukan lebih leluasa karena yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat.

"Aparat penegak hukum memiliki wewenang untuk menyelidiki kasus ini diminta atau tidak diminta karena itu sekecil apapun kerugian negara perlu diusut tuntas," ujar pakar hukum dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf di Jakarta  dilansir Inilah.com,, Sabtu (11/10/2025).

Menurutnya, praktik mark up bukanlah hal baru dalam kasus korupsi. Oleh karena itu, proses hukum yang tegas dan tuntas mutlak diperlukan untuk menciptakan efek jera. Ia menilai, pemberantasan korupsi harus menyentuh semua jenis pelanggaran, termasuk yang dianggap 'biasa' seperti mark up.

Hudi mendorong agar pengusutan segera dilakukan untuk mengungkap fakta sebenarnya. Ia mengingatkan, kelambanan dalam penanganan kasus ini justru dapat memunculkan persepsi negatif.

 

"Pengusutan seyogyanya segera membongkar kasus ini dan membuat pelaku menjalani proses hukumnya, apabila tidak dilakukan khawatir ada kongkalingkong yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan pelaku mark up," tegasnya.

Diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto resmi emberhentikan Arief Prasetyo Adi dari jabatannya sebagai Kepala Bapanas melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/P Tahun 2025 yang ditandatangani pada 9 Oktober 2025. Dalam keppres tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ditunjuk sebagai pengganti.

Keputusan ini dilakukan guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan di sektor pangan. Dalam keppres itu juga disebutkan bahwa Arief diberhentikan dengan hormat disertai ucapan terima kasih atas pengabdiannya.

Dugaan korupsi dalam impor beras sebelumnya telah dilaporkan Lembaga Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke KPK pada 3 Juli 2024. Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto, menyebut ada potensi kerugian negara hingga Rp294,5 miliar akibat denda demurrage yang ditanggung Bulog.

“SDR melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Bulog terkait beras impor serta demurrage sebagai bagian dari perjuangan hak publik,” kata Hari.

Berdasarkan dokumen Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri, ditemukan bahwa dokumen impor tidak lengkap dan tidak layak (improper dan incomplete), yang menyebabkan keterlambatan clearance kontainer di pelabuhan-pelabuhan seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur.

“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance belum diterima atau belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” bunyi dokumen tersebut.

Masalah juga ditemukan dalam sistem Indonesia National Single Windows (INSW) pada tahap impor ke-11 pada Desember 2023. Akibatnya, biaya demurrage mencapai Rp294,5 miliar, dengan rincian: Sumut Rp22 miliar, DKI dan Banten Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp177 miliar.

Atas dugaan kerugian tersebut, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi telah dicopot pada awal September 2024. Namun Arief Prasetyo Adi saat itu masih dipertahankan dalam jabatannya hingga akhirnya diberhentikan pada Oktober 2025. Beredar isu bahwa Arief dipertahankan karena kedekatannya dengan Presiden Joko Widodo dan perannya dalam program bantuan pangan menjelang Pemilu 2024.