Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, menyoroti dugaan skandal pajak yang menyeret korporasi besar PT Djarum dan mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasetiadi.
Tindakan ini, kata dia, jelas merugikan keuangan negara karena mengurangi pemasukan pajak yang seharusnya diterima. Padahal, negara perlu asupan pajak jumbo untuk membiayai sejumlah program pro rakyat yang menjadi prioritas.
Menurut Hudi, praktik tersebut merupakan bagian dari konsep serakahnomics, yakni mazhab ekonomi rakus yang mengutamakan keuntungan pribadi atau kelompok kecil tanpa memedulikan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Istilah ini sempat disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto.
"Suap-suap seperti sebenarnya banyak dan sudah 'terbiasa'. Tentu hal seperti ini kontra produktif terkait kebijakan pemerintah, ini merupakan 'serakahnomics'. Namun kembali lagi kepada pejabatnya yang dengan ikhlas menerima suap untuk merugikan keuangan negara," kata Hudi sebagaimana dilansir Inilah.com, Kamis (20/11/2025).
Hudi menilai, pihak-pihak yang dicegah ke luar negeri dalam perkara ini, termasuk mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi, dan Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono, harus diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung untuk memperjelas dugaan keterlibatannya.
"Semuanya memang harus diperiksa oleh Jampidsus sejauh mana keterlibatan mereka dalam hal ini, apakah semua secara bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan hal ini dan apa saja yg dilakukan terkait perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dan menerima gratifikasi atau suap," ucap Hudi.
Sebelumnya diberitakan, Kejagung telah mengusulkan pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap 5 orang, agar tidak dapat bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah mantan Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi.
"Betul saudara Ken Dwijugiasteadi dicekal," kata Plt Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, seperti dilansir Inilah.com, Kamis (20/11/2025).
Selain Ken, Yuldi memaparkan empat nama lainnya yang turut diusulkan untuk dicegah, yakni Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Victor Rachmat Hartono, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.
Berdasarkan penelusuran, Bernadette Ning Dijah Prananingrum menjabat sebagai Kepala KPP Madya Dua Semarang. Sementara itu, Victor Rachmat Hartono tercatat sebagai Direktur Utama PT Djarum.
Heru Budijanto Prabowo merupakan Komisaris PT Graha Padma Internusa, perusahaan pengembang di Semarang yang merupakan anak usaha Grup Djarum. Adapun Karl Layman adalah pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak.
Pencegahan terhadap kelima orang tersebut dianggap penting untuk mendukung penyidikan kasus dugaan korupsi terkait praktik memperkecil kewajiban pembayaran pajak perusahaan atau wajib pajak pada periode 2016–2020 oleh oknum DJP Kementerian Keuangan.
Usulan cegah Kejagung ke Ditjen Imigrasi berlaku sejak 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.
Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menggeledah sejumlah lokasi untuk mencari barang bukti dalam kasus dugaan korupsi terkait praktik pengurangan kewajiban pajak perusahaan atau wajib pajak periode 2016–2020 oleh oknum DJP.
"Penggeledahan di beberapa tempat terkait dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum pegawai pajak pada Direktorat Jendera Pajak Kementerian Keuangan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (18/11/2025).
Anang menjelaskan, penggeledahan dilakukan di sejumlah lokasi, termasuk rumah oknum DJP yang diduga terlibat serta beberapa kantor terkait. Namun ia enggan membeberkan identitas pemilik rumah yang digeledah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu rumah yang digeledah merupakan milik mantan Dirjen Pajak berinisial KD. Penelusuran mengarah kepada Ken Dwijugiasteadi, Dirjen Pajak ke-16 yang menjabat pada 2015–2017.
“Ada di rumah, ada di kantor,” ucap Anang.
Namun, barang bukti yang disita belum diungkapkan Kejagung.
Selain penggeledahan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, namun Anang belum bersedia membeberkan identitas mereka.
“Saksi sudah. Sudah ada diperiksa. Sudah ada beberapa orang diperiksa. Tapi nggak bisa bilang berapa. Sudah ada beberapa. Sudah ada beberapa orang diperiksa,” jelasnya.
Menurut Anang, berdasarkan pendalaman penyidik, dugaan korupsi tersebut mengandung unsur suap. Modusnya, wajib pajak memberikan komitmen fee kepada oknum pejabat pajak agar nilai pajaknya dikecilkan.
“Ya, tapi kan dia ada kompensasi untuk memperkecil. Kalau ini kan maksudnya ada kesepakatan dan ada ada ini, ada pemberian itu. Suap lah, memperkecil dengan tujuan tertentu. Terus ada pemberian,” kata Anang.
Sumber: inilah